Kilang Minyak (Ilustrasi) 

nusakini.com - Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) ingin meningkatkan produksi migas. Namun, beragam kendala yang dihadapi dalam kegiatan hulu migas, seperti perizinan dari pemerintah daerah.

Kepala Perwakilan SKK Migas Wilayah Jabanusa (Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara) Ali Masyhar mengatakan, kondisi di lapangan saat ini, dunia migas agak kurang diuntungkan, seperti harga minyak dunia kurang bagus. 

Selain itu, Juga ada kendala di lapangan seperti terbentur perizinan yang dikeluarkan dari pemerintah daerah. 

"Bagaimana SKK Migas ke investor ini, agar mau investasi eksplorasi lanjutan. Justru di lapangan banyak hambatan yang muncul," kata Ali Masyhar di sela acara lokakarya media di Pasuruan, Rabu (21/9/2016). 

Ia mengatakan, untuk mendapatkan perizinan industri migas tidak gampang, yakni membutuhkan waktu sekitar 1-2 tahun. Padahal industri migas menjadi objek vital nasional dan mendukung program pemerintah untuk meningkatkan produksi migas. 

"Jadi, perizinan menjadi primadona kendala yang dihadapi. Koordinasi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat belum nyambung, itu yang kita rasakan," tuturnya. 

"Di satu pihak investor mau investasi. Di satu pihak banyak kendala, termasuk perizinan" jelasnya. 

Wahyu Dono Nur Amboro dari Kelompok Kerja Formalitas SKK Migas menambahkan, selama ini kerap terjadi kesalahpahaman antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, K3S, masyarakat, dan aparat penegak hukum, terkait penerapan perizinan daerah untuk kegiatan usaha hulu migas. 

"Kegiatan hulu migas dianggap sebagai kegiatan swasta, sehingga semua ketentuan terhadap swasta dikenakan semua terhadap kegiatan hulu migas," kata Wahyu. 

Ia menambahkan, sosialisasi tentang aspek administrasi pemerintahan berkenan dengan kegiatan usaha hulu migas masih kurang optimal. 

"Terjadi kurang sinergi antara pemerintah pusat-daerah-K3S-masyarakat-aparat penegak hukum dalam rangka mengutamakan kepentingan bangsa dan negara," jelasnya. 

Ia menerangkan, ada 69 jenis perizinan yang terdiri dari 341 proses perizinan dan meliputi 5.000 izin per tahun, 600.000 lembar dokumen persyaratan dan 17 instansi penerbit. Perizinan itu mencakup izin dan non izin (persetujuan, sertifikasi, rekomendasi dan beragam perizinan lainnya). 

Pihaknya menilai, perlu penyederhanaan melalui penggabungan izin-izin yang kelompok (cluster) substansinya satu 'genus'. Contohnya, cluster izin tata ruang meliputi izin prinsip, penetapan lokasi, izin mendirikan bangunan dan perizinan lainnya. 

Kemudian, cluster izin lingkungan dan kehutanan seperti UKL/UPL, amdal, izin pinjam pakai kawasan hutan. Cluster izin penggunaan SDA atau infrastruktur lainnya seperti izin pemanfaatan air, perlintasan kereta api, frekuensi radio. 

"Pengurusannya sekaligus menjadi satu bundel, tidak perlu dipisah-pisahkan," ujarnya. 

Wahyu menambahkan, perlu penyederhanaan melalui 'Satu Pintu' permohonan dan penerbitan izin-izin untuk kegiatan usaha migas. 

"Perlu standarisasi tata waktu dan biaya perizinan untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi," jelasnya. 

Kelompok kerja formalitas SKK Migas menyarankan, perlu segera dibentuk Tim Terpadu melakukan kajian-kajian lebih mendalam terhadap kesimpulan-kesimpulan dan usulan-usulan tersebut. 

Kemudian merumuskannya dalam suatu produk hukum berupa Peraturan Presiden yang mengikat semua pejabat atau instansi pemerintah pusat dan daerah terkait, termasuk mengkaji penghapusan perizinan yang duplikatif substansinya. 

"Perlu segera dibuat payung hukum dalam bentuk Peraturan Presiden atau inpres yang mengatur semua instansi atau kementerian teknis dan pemerintah daerah mulai provinsi, kabupaten atau kota untuk tunduk pada Perpres atau Inpres tentang Penyederhanaan perizinan untuk kegiatan usaha hulu migas," tandasnya. (p/mk)